Jakarta, 8 Juni 2025 – Matana Tourism Club, komunitas mahasiswa di bawah Program Studi Pariwisata Universitas Matana yang fokus pada pengembangan minat, eksplorasi destinasi, serta pembelajaran berbasis pengalaman, sukses menyelenggarakan kegiatan walking tour edukatif di kawasan Chinatown (Glodok), Jakarta, pada Minggu, 8 Juni 2025. Kegiatan ini diikuti oleh 13 peserta yang terdiri dari mahasiswa serta masyarakat umum.
Walking tour ini dirancang sebagai media pembelajaran langsung yang tidak hanya memperkenalkan nilai-nilai sejarah dan budaya, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dalam pengelolaan pariwisata perkotaan. Dengan mengeksplorasi kawasan Glodok—salah satu pecinan tertua di Asia Tenggara—peserta diajak memahami warisan budaya masyarakat Tionghoa di Jakarta dan kontribusinya terhadap identitas kota metropolitan ini.
Perjalanan dimulai dari Pantjoran Tea House, simbol budaya minum teh dan pusat interaksi sosial sejak era kolonial. Selanjutnya, peserta mengunjungi Vihara Dharma Bakti, vihara tertua di Jakarta yang menjadi pusat spiritual komunitas Tionghoa, serta Gereja Katolik Santa Maria de Fatima, bangunan kolonial bergaya oriental yang mencerminkan harmoni antarumat beragama. Tur kemudian berlanjut ke Vihara Dharma Jaya, menyusuri Gang Kali Mati—lorong sempit yang sarat kisah sejarah urban Jakarta lama—dan berakhir di Petak Enam, pusat kuliner modern yang tetap mempertahankan atmosfer pecinan klasik.
“Sebagai mahasiswa pariwisata, pengalaman seperti ini sangat berharga karena kami bisa melihat langsung bagaimana nilai-nilai sejarah dan budaya diintegrasikan ke dalam destinasi wisata kota,” ujar Neswa Kovalenko, Ketua Matana Tourism Club sekaligus penanggung jawab kegiatan.
Tidak hanya sarat muatan edukasi sejarah dan budaya, walking tour ini juga memberikan pengalaman gastronomi lokal yang otentik. Peserta diajak mencicipi ragam kuliner khas Glodok yang mencerminkan akulturasi budaya Tionghoa dan Nusantara. Rute kuliner dimulai dari kunjungan ke Es Kopi Tak Kie, kedai legendaris yang telah berdiri sejak tahun 1927 dan menjadi simbol warisan kopi peranakan di Jakarta. Tur juga menyambangi Donat Jadul Ellie, pelopor donat kentang klasik yang berdiri sejak tahun 2000 dan tetap mempertahankan cita rasa tradisional.
Sepanjang perjalanan, peserta juga menikmati jajanan khas pecinan seperti mipan (kue beras kukus), cing cong fan (cheong fun ala Glodok), kuo tie (pangsit goreng isi daging), pia lao bei jing (kue isi kacang khas Beijing), dan mochi isi kacang. Ragam kuliner ini tidak hanya menggugah selera, tetapi juga memperkaya pemahaman peserta terhadap identitas budaya melalui makanan sebagai elemen penting dalam narasi sejarah, sosial, dan ekonomi suatu komunitas.
Sebagai penutup, peserta mengikuti sesi interaktif berupa workshop penyajian ceremonial tea yang dipandu oleh salah satu kedai kopi lokal di kawasan Glodok. Sesi ini membuka ruang refleksi sekaligus diskusi santai mengenai bagaimana budaya Tionghoa diwariskan melalui tradisi minum teh dan diadaptasi dalam konsep bisnis kreatif masa kini.
“Kegiatan ini menjadi contoh konkret dari pembelajaran lintas ruang dan waktu. Selain menambah wawasan sejarah dan budaya, mahasiswa juga belajar bagaimana pentingnya keberlanjutan dalam mengelola destinasi urban seperti Glodok agar tetap relevan, inklusif, dan otentik,” ujar Annisa Husnul Latifah, S.E., M.Sc., Dosen Pembina Matana Tourism Club.
Seluruh dokumentasi kegiatan dapat diakses melalui akun Instagram resmi @mtclub_mu. Matana Tourism Club berkomitmen untuk terus menghadirkan program-program eksploratif dan berbasis pengalaman nyata yang relevan dengan dunia kerja dan tantangan pariwisata masa depan.



Matana University
Real World Learning Experiences